Evaluasi
dan Optimasi Cadangan Batubara ini merupakan pekerjaan (tahap) lanjutan
dari hasil Pemodelan Sumberdaya Batubara. Pada tahapan ini mulai
diterapkan (diidentifikasikan) batasan-batasan teknis maupun ekonomis
yang dapat menjadi pembatas dari model sumberdaya batubara yang telah
diterapkan (dimodelkan) sebelumnya.
Selain
itu, pada tahapan Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara ini
diharapkan telah dapat dikuantifikasi jumlah batubara yang realistis
dan layak yang dapat diperoleh melalui penambangan dengan metoda &
sistem penambangan yang dipilih sesuai dengan model sumberdaya yang
telah diketahui.
Secara umum, aspek-aspek penting yang akan diuraikan & dipelajari dalam sesi (modul) ini adalah sebagai berikut :
§ Penentuan & pemilihan pit potensial
§ Konsep nisbah kupas (stripping ratio)
§ Faktor-faktor pembatas dan losses
§ Metoda-metoda perhitungan cadangan batubara
§ Konsep optimasi jumlah cadangan tertambang.
Beberapa pengertian/definisi dasar yang berhubungan dengan evaluasi cadangan batubara (diadopsi dari : geological survey circular 891, 1983) adalah :
§ Coal (batubara) : suatu batuan yang dapat terbakar yang tersusun lebih dari 50% berat (lebih dari 70% volume) material karbonan (carbonaceous), termasuk inherent moisture
yang terbentuk material (bagian) tumbuhan yang telah mengalami
kompaksi, perubahan fisik-kimia oleh panas & tekanan dalam skala
waktu geologi.
§ Coal bed (seam) : seluruh lapisan (batubara dan parting) yang terdapat diantara batas roof (atap) dan floor (lantai).
§ Bone coal (bone) : impure coal yang mengandung banyak lempung atau material-material detrital berukuran halus dan kadang-kadang dikonotasikan dengan istilah silty coal atau shally coal atau sandy coal.
§ Impure coal (coaly) : suatu batubara (coal) yang mengandung lebih dari 33% berat abu dan dapat diasosiasikan sebagai parting dalam suatu lapisan (seam) batubara.
§ High ash coal : batubara yang mengandung lebih dari 15% abu dalam basis as-received.
§ High sulfur coal : batubara yang mengandung lebih dari 3% sulfur dalam basis as-received.
§ Recoverable coal : batubara yang dapat/bisa diekstrak dari suatu lapisan batubara pada saat penambangan. Term “Recoverable” ini biasanya dikombinasikan dengan sumberdaya (resources) bukan dengan cadangan (reserve).
§ Mineable coal
: kapasitas (jumlah) cadangan batubara yang dapat ditambang
(tertambang) pada kondisi teknologi penambangan sekarang, dengan telah
mempertimbangkan faktor lingkungan, hukum & perundang-undangan
serta peraturan yang berlaku (legalitas), serta kebijakan pemerintah
yang diterapkan.
Untuk ketebalan, penyebaran lapisan batubara, serta evaluasi cadangan, beberapa catatan khusus yang perlu diperhatikan adalah :
a. Suatu penentuan ketebalan batubara belum dapat dikatakan komplit (valid) jika :
§ Pengukuran tebal dilakukan pada singkapan dimana batuan disekitarnya memperlihatkan gejala slumping,
§ Pengukuran tebal dilakukan pada suatu singkapan batubara yang lapuk (tidak segar),
§ Pengukuran tebal dilakukan pada titik bor yang tidak menembus dengan baik roof & floor lapisan batubara,
§ Pengukuran tebal dilakukan pada daerah yang diketahui mengalami erosi bidang pada roof/floor lapisan batubara,
§ Pengukuran
tebal dilakukan dengan cara membuat channel pada suatu lapisan
batubara, namun diketahui lapisan tersebut telah mengalami perubahan
letak (perpindahan) atau pada bongkah.
b. Tingkat keyakinan geologi terhadap model sumberdaya yang dikonstruksi :
§ Jarak antar titik informasi,
§ Konsep dalam pengkorelasian batubara,
§ Tingkat ketelitian (detil) dalam mengidentifikasikan struktur geologi.
c. Derajad kelayakan ekonomis suatu pembukaan tambang batubara dipengaruhi oleh :
§ ketebalan lapisan batubara & overburden,
§ rank dan kualitas batubara,
§ biaya (cost) penambangan,
§ perkiraan harga jual batubara,
§ serta perkiraan (target) keuntungan.
2. Penentuan & Pemilihan Pit Potensial
Penentuan
& pemilihan pit potensial merupakan sebagai langkah awal dalam
melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini
diperlukan untuk dapat memperkirakan/memprediksi suatu areal sumberdaya
batubara yang potensial untuk nantinya akan dikembangkan menjadi suatu
lokasi pit penambangan.
Data-data awal yang diperlukan merupakan data-data yang diperoleh/dihasilkan pada saat melakukan model sumberdaya, yaitu :
§ Peta topografi : untuk mengetahui (melihat) variasi topografi (terutama daerah tinggian – lembah).
§ Peta
geologi lokal : untuk mengetahui variasi litologi, pola sebaran &
kemenerusan lapisan batubara, serta pola struktur geologi.
§ Peta
iso-ketebalan : untuk mengetahui variasi ketebalan dari batubara,
sehingga jika disyaratkan ketebalan minimum yang akan dihitung, maka
peta ini dapat digunakan sebagai faktor pembatas.
§ Peta elevasi top (atap » roof) batubara ; untuk mengetahui pola kemenerusan lapisan batubara.
Langkah
awal yang dilakukan untuk penentuan pit potensial ini adalah membuat
(mengkonstruksi) peta iso-overburden, yaitu dengan cara melakukan
overlay antara peta struktur roof (elevasi top) batubara dengan peta
topografi (Gambar 1). Nilai kontur pada peta iso-overburden merupakan
refleksi dari ketebalan overburden. Peta iso-overburden secara umum
(gamblang) dapat menggambarkan (merefleksikan) kondisi sebaran batubara
terhadap variasi topografi pada areal tertentu.
Gambar 1. Sketsa konstruksi peta iso-overburden.
Pada
beberapa kondisi khusus seperti terbatasnya tinggi (tebal) overburden
yang disyaratkan, maka Peta Iso-overburden ini dapat dengan cepat
digunakan sebagai faktor pembatas dalam penentuan pit limit.
Adapun pola umum yang dapat diterapkan untuk penentuan pit potensial adalah sebagai berikut :
a. Identifikasikan faktor-faktor pembatas, seperti :
§ Struktur
geologi : jika pada model sumberdaya batubara diidentifikasikan
terdapat beberapa struktur geologi (seperti patahan), maka dapat
dipisahkan menjadi beberapa pit potensial.
§ Kondisi
litologi : jika pada model sumberdaya batubara diidentifikasikan adanya
blok intrusi, maka blok intrusi tersebut harus ditentukan batasnya
untuk pembatas pit potensial.
§ Kondisi
geografis : jika. pada peta topografi diketahui mengalir suatu sungai
yang besar dan secara teknis sungai tersebut tidak dapat dipindahkan,
maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit potensial.
§ Kondisi geologi batubara : jika diidentifikasikan adanya ketebalan batubara yang tidak memenuhi syarat seperti t <>
§ Kondisi
geoteknik : jika diketahui limit (batas) ketinggian lereng maksimum,
maka ini juga dapat merefleksikan batasan ketebalan overburden
maksimum.
§ Kondisi
pembatas lain : misalnya adanya jalan, perkampungan, atau areal
lindung, maka dengan memplotkan lokasinya dapat digunakan sebagai batas
pit potensial.
b. Analisis peta iso-overburden :
Dengan memperhatikan pola kontur peta iso-overburden, seperti :
§ Kontur
rapat dan berada di dekat cropline batubara, menunjukkan ketebalan
overburden relatif mempunyai variasi yang besar & intensif. Kondisi
ini dapat disebabkan oleh adanya tinggian/punggungan (bukit) di atas
lapisan batubara,
§ Kontur
relatif renggang dan mempunyai pola menjauhi cropline batubara. Kondisi
ini menguntungkan, karena variasi ketebalan overburden relatif
mempunyai interval yang lebar.
Dengan
mengkombinasikan kedua faktor di atas (faktor pembatas & faktor
ketebalan overburden), maka dengan cepat lokasi pit potensial dapat
dilokalisir (ditentukan). Dengan mengetahui lokasi pit potensial ini,
maka optimasi cadangan batubara dapat dilakukan pada areal yang
terbatas, yaitu areal yang telah dapat diprioritaskan. Pada Gambar 2a
dan 2b dapat dilihat contoh penentuan lokasi pit potensial dengan
pendekatan faktor pembatas yang berbeda.
|
3. Konsep Nisbah Kupas (Stripping Ratio)
Seperti
yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa ketebalan lapisan batubara dan
ketebalan tanah penutup (overburden) merupakan faktor utama yang
mengontrol kelayakan suatu pembukaan tambang batubara.
Pengetahuan
jumlah (kuantitas) batubara dan jumlah batuan penutup yang harus
dipindahkan untuk mendapatkan perunit batubara sesuai dengan metoda
penambangan merupakan konsep dasar dari Nisbah Kupas (Stripping Ratio). Secara umum, Stripping Ratio (SR) didefinisikan sebagai “Perbandingan jumlah volume tanah penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan satu ton batubara”.
Faktor rank, kualitas, nilai kalori, dan harga jual menjadi sangat penting dalam perumusan nilai Stripping Ratio.
Batubara dengan harga jual yang tinggi akan memberikan Nisbah Kupas
yang lebih baik daripada batubara dengan harga jual yang rendah.
Dalam
pemodelan sumberdaya, faktor ini dapat direfleksikan sebagai dasar
untuk perhitungan (penaksiran) jumlah cadangan batubara. Dalam
Geological Survei Circular 891, 1983., ada beberapa konsep mendasar
yang dapat dipahami, antara lain :
a. Ketebalan batubara minimum yang dapat diperhitungkan sebagai cadangan :
§ Untuk batubara antrasit & bituminous : ketebalan minimum adalah 70 cm dengan kedalaman maksimum 300 m.
§ Untuk batubara sub-bituminous : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 300 m.
§ Untuk lignit : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 150 m.
Kedalaman maksimum ini telah memasukkan pertimbangan jika penambangan diteruskan dengan metoda penambangan bawah tanah.
b. Interval ketebalan overburden yang disarankan untuk pelaporan perhitungan cadangan, adalah :
§ Tonase batubara dengan ketebalan overburden 0 – 30 m,
§ Tonase batubara dengan ketebalan overburden 30 – 60 m,
§ Tonase batubara dengan ketebalan overburden 60 – 150 m,
c. Recovery
factor : suatu angka yang menyatakan perolehan batubara yang dapat
ditambang (dengan metoda stip mining, auger mining, atau underground
mining) terhadap jumlah cadangan yang telah diperhitungkan sebelumnya.
Konsep-konsep
di atas perlu dipahami dengan tujuan konservasi sumberdaya batubara
(alam), karena kalau dalam pertimbangan ekonomis hanya dengan
memperhatikan stripping ratio saja, maka jumlah cadangan yang dapat
diekstrak hanya terbatas, sedangkan sebagai follow-up perlu
dipertimbangkan juga penggunaan metoda auger-mining.
Beberapa parameter ekonomi yang diperlukan untuk penentuan stripping ratio yang masih ekonomis (Break Even Stripping Ratio), adalah :
Investasi
|
Biaya eksplorasi, bangunan, pembuatan jalan, peralatan tambang utama, peralatan penunjang, peralatan stockpile, kendaraan.
|
Upah tenaga kerja
| |
Biaya produksi batubara
|
Penambangan batubara, pengupasan tanah penutup, pengangkutan batubara, pengolahan, lingkungan, gantirugi lahan, royalti.
|
Harga jual batubara
| |
Analisis aliran kas : IRR, NPV, dan PBP
|
Namun
secara umum, faktor utama untuk penentuan nilai ekonomis stripping
ratio ini adalah : jumlah cadangan batubara (marketable), volume tanah
penutup (BCM), serta umur tambang.
Secara sederhana (Rule of thumb) penentuan harga Stripping Ratio yang masih ekonomis adalah sebagai berikut :
§ Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian & pengangkutan batubara ke stockpile.
§ Perkirakan unit cost transportasi batubara dari stock pile sampai ke pelabuhan.
§ Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian & pengangkutan overburden ke waste dump.
§ Perkirakan volume tanah penutup, untuk total cost.
§ Perkirakan recoverable reserve, untuk total revenue.
§ Perkirakan harga jual batubara per ton, untuk total revenue.
§ Perkirakan biaya investasi & eksplorasi.
§ Perkirakan biaya lain-lain.
§ Perkirakan umur tambang.
Maka perbandingan nilai jual batubara terhadap total cost harus lebih besar daripada 1 (revenue > total cost).
4. Faktor-faktor Pembatas Dalam Penentuan Cadangan Tertambang
Seperti
yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tidak mungkin akan diperoleh
cadangan tertambang 100% dari cadangan insitu, dimana akan terjadi
dilution sepanjang tahap penambangan. Sebelum mulai menghitung suatu
nilai cadangan tertambang, maka ada 2 (dua) faktor utama yang harus
dikuantifikasi, yaitu Faktor Pembatas Cadangan dan Faktor Losses.
a. Faktor-faktor pembatas suatu cadangan :
§ Minimum ketebalan lapisan batubara, hal ini berhubungan dengan teknik penambangan & stripping ratio.
§ Maksimum ketebalan tanah penutup, hal ini berhubungan dengan nilai stripping ratio.
§ Maksimum stripping ratio, hal ini berhubungan dengan nilai atau tingkat kelayakan penambangan.
§ Maksimum kemiringan lapisan batubara, hal ini akan berhubungan dengan teknologi penambangan dan nilai stripping ratio.
§ Minimum (%) yield proses untuk mendapatkan batubara bersih, yaitu kalau diperkirakan akan dilakukan proses pencucian.
§ Maksimum kandungan abu, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.
§ Maksimum kandungan sulfur, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.
§ Batasan
alamiah – geografis, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan alam yang
harus diperhatikan, seperti adanya sungai besar, daerah konservasi
alam, atau adanya jalan negara, atau adanya suatu areal tertentu yang
tidak mungkin dipindahkan.
§ Batasan alamiah – geologi, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan geologi, seperti adanya sesar, intrusi, dll.
b. Faktor Losses
Yaitu
faktor-faktor kehilangan cadangan akibat tingkat keyakinan geologi
maupun akibat teknis penambangan. Beberapa faktor losses adalah :
§ Geological Losses, yaitu faktor kehilangan akibat adanya variasi ketebalan, parting, maupun pada saat pengkorelasian lapisan batubara.
§ Mining Losses, yaitu faktor kehilangan akibat teknis penambangan, seperti faktor alat, faktor safety, dll.
§ Processing Losses, yaitu faktor kehilangan (recovey » yield) akibat diterapkannya metoda pencucian batubara atau kehilangan pada proses lanjut di Stockpile.
Faktor-faktor pembatas pada umumnya sudah cukup jelas. Dalam penerapannya, faktor-faktor pembatas tersebut akan menjadi Pit Limit dalam panambangan.
Sedangkan
faktor-faktor losses diterapkan pada saat proses perhitungan cadangan,
dan dapat dikuantifikasi besar nilai losses tersebut. Berikut akan
diuraikan contoh cara pengkuantifikasian faktor losses tersebut.
Geological Losses
§ Biasanya untuk kemudahan, langsung diambil nilai umum yaitu 5 – 10%.
§ Namun
dapat juga dengan memperhatikan pola variasi ketebalan batubara, yaitu
dengan bantuan analisis statistik. Parameter statistik yang dapat
digunakan adalah : standard deviasi, koefisien variasi, atau standard
error.
Rata-rata = » m ; Standard Deviasi =
Koef. variasi =
Mining Losses
§ Secara
umum, untuk metoda Strip Mining digunakan mining losses sebesar 10%,
sedangkan untuk tambang bawah tanah digunakan mining losses sebesar
40-50% yaitu (metoda Long Wall mempunyai Recovery 60-70%, metoda Room
& Pillar mempunyai Recovery 50-60%), untuk auger mining digunakan
mining losses sebesar 60-70% (atau Recovery 30-40% sesuai dengan
spesifikasi perlatannya).
§ Untuk
metoda Strip Mining (open pit), kadang-kadang juga digunakan pendekatan
ketebalan lapisan yang akan ditinggalkan, yaitu 10 cm pada roof &
10 cm pada floor. Jika ketebalan lapisan hanya 1 m, maka Mining Losses
= 20%., sedangkan jika ketebalan lapisan adalah 2 m maka Mining Losses
= 10%., dan jika ketebalan lapisan adalah 5 m maka Mining Losses = 4%.
Processing Losses (yield), sangat tergantung pada hasil uji ketercucian (washability test), dimana harga perolehan (yield) ditentukan dari hasil uji tersebut.
5. Perhitungan Cadangan Batubara Dengan Metoda Penampang
Karena
batubara merupakan endapan dengan tingkat homogenitas yang tinggi, maka
untuk perhitungan cadangan dapat diterapkan metoda konvensional
(klasik) dengan tingkat ketelitian yang cukup baik. Untuk tujuan
praktis, metoda penampang dapat diterapkan untuk perhitungan jumlah
cadangan tertambang.
5.1 Metoda Penampang
Pada
prinsipnya, perhitungan cadangan dengan menggunakan metoda penampang
ini adalah mengkuantifikasikan cadangan pada suatu areal dengan membuat
penampang-penampang yang representatif dan dapat mewakili model endapan
pada daerah tersebut.
Pada
masing-masing penampang akan diperoleh (diketahui) luas batubara dan
luas overburden. Volume batubara & overburden dapat diketahui
dengan mengalikan luas terhadap jarak pengaruh penampang tersebut.
Perhitungan volume tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan 1 (satu)
penampang, atau 2 (dua) penampang, atau 3 (tiga) penampang, atau juga
dengan rangkaian banyak penampang.
a. Dengan menggunakan 1 (satu) penampang
Cara
ini digunakan jika diasumsikan bahwa 1 penampang mempunyai daerah
pengaruh hanya terhadap penampang yang dihitung saja (lihat Gambar 3).
Gambar 3. Jarak pengaruh sebuah penampang.
Volume = (A x d1) + (A x d2)
dimana : A = luas overburden
d1 = jarak pengaruh penampang ke arah 1
d2 = jarak pengaruh penampang ke arah 2
Volume
yang dihitung merupakan volume pada areal pengaruh penampang tersebut.
Jika penampang tunggal tersebut merupakan penampang korelasi lubang
bor, maka akan merefleksikan suatu bentuk poligon dengan jarak pengaruh
penampang sesuai dengan daerah pengaruh titik bor (poligon) tersebut.
b. Dengan menggunakan 2 (dua) penampang
Cara
ini digunakan jika diasumsikan bahwa volume dihitung pada areal di
antara 2 penampang tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah variasi
(perbedaan) dimensi antara kedua penampang tersebut. Jika tidak terlalu
berbeda (Gambar 4a), maka dapat digunakan rumus mean area & rumus
kerucut terpancung, tetapi jika perbedaannya terlalu besar (Gambar 4b)
maka digunakan rumus obelisk.
Gambar 4a. Penampang untuk rumus mean area & kerucut terpancung.
Rumus mean area :
Rumus kerucut terpancung :
dimana A1 dan A2 adalah luasan penampang 1 & 2, dan d adalah jarak antar penampang.
Gambar 4b. Penampang untuk rumus obelisk
Rumus obelisk : ,
dimana
c. Dengan menggunakan 3 (tiga) penampang
Metoda
3 (tiga) penampang ini digunakan jika diketahui adanya variasi
(kontras) pada areal di antara 2 (dua) penampang, maka perlu
ditambahkan penampang antara untuk mereduksi kesalahan (Gambar 5).
Untuk menghitungnya digunakan rumus prismoida.
Gambar 5. Kondisi penggunaan metoda 3 penampang
Rumus prismoida :
dimana A1 & A3 adalah luas penampang 1 & 3, A2 adalah luas penampang antara.
5.2 Data-Data Awal
§ Peta-peta dasar (peta topografi, peta geologi, peta struktur elevasi roof/floor batubara),
§ Peta isopach ketebalan dan atau peta poligon daerah pengaruh lubang bor.
§ Peta Lokasi Pit Potensial & batasan-batasannya.
§ Hasil analisis kestabilan lereng.
Seluruh data-data awal tersebut akan menjadi dasar dalam pembuatan (konstruksi) series penampang perhitungan cadangan.
5.3 Data-Data Olahan & Konvensi
§ Penaksiran
tebal (jika diperlukan), untuk penaksiran ini dapat digunakan metoda
poligon, metoda inverse distance, atau metoda geostatistik.
§ Penaksiran
kualitas (jika diperlukan), untuk penaksiran ini juga dapat digunakan
metoda poligon, metoda inverse distance, atau metoda geostatistik.
§ Geological
Losses, Mining Losses, Processing Losses, seperti yang telah diuraikan
sebelumnya dapat melalui konvensi maupun dengan perhitungan.
5.4 Tahap Pengerjaan Perhitungan Cadangan
§ Pembuatan
lintasan penampang perhitungan, sebaiknya deretan penampang dibuat
memotong (relatif tegak lurus) arah umum bidang perlapisan.
§ Konstruksi
penampang, telah memasukkan elemen-elemen topografi, bidang lapisan
batubara, geometri lereng, serta faktor-faktor pembatas lainnya.
§ Pemilihan rumus perhitungan, dengan memperhatikan variasi masing-masing penampang.
§ Perhitungan luasan masing-masing penampang, dapat dengan menggunakan planimeter maupun dengan menggunakan program komputer.
§ Perhitungan tonase batubara & volume overburden, dalam tabulasinya sebaiknya dibuat dalam worksheet.
Gambar 6. Beberapa contoh penampang perhitungan cadangan
6. Optimasi cadangan tertambang
6.1 Optimasi berdasarkan Stripping Ratio
§ Optimasi
berdasarkan series penampang, yaitu dengan mengoptimasi stripping ratio
masing-masing penampang, maupun kumulatif stripping ratio keseluruhan
areal.
§ Optimasi
berdasarkan elevasi batubara (blok), yaitu dengan menghitung stripping
ratio dengan lebar blok tertentu searah jurus perlapisan batubara dan
lebar tertentu ke arah dipping dengan menggunakan interval elevasi
kontur struktur batubara.
6.2 Optimasi berdasarkan Kualitas
§ Faktor
pembobotan tonase, yaitu dengan memasukkan pembobotan tonase pada range
kualitas tertentu sehingga dapat dioptimalkan tonase cadangan sesuai
dengan syarat minimal yang ditargetkan.
§ Optimasi
berdasarkan series penampang, yaitu mengelompokkan series perhitungan
penampang dengan minimum kualitas, disini biasanya digunakan peta
iso-kualitas sebagai faktor pembatasnya.
§ Optimasi
berdasarkan elevasi batubara (blok), yaitu dengan melakukan penaksiran
harga kualitas pada masing-masing blok yang telah disusun, sehingga
nantinya juga akan dilakukan optimasi berdasarkan pembobotan tonase.
Pustaka
1. Geological Survey Circular 891., Coal Resource Classification System of the USGS, USGS 1983
2. Totok Darijanto, Model Sumberdaya Batubara, tidak dipublikasikan, 1999
3. Stone, John G., Dunn, Peter G., Ore Reserve Estimates in The World, Society of Economics Geologist Special Publication Number 3, 1994
4. Syafrizal, Optimasi Cadangan Batubara Berdasarkan Kualitas, tidak dipublikasikan, 2000
5. Wellmer, Friedrich-Wilhelm, Economic Evaluation in Exploration, Springer-Verlag, 1986.
6. Ward, Collin R., Coal Geology and Coal Technology, Blackwell Scientific Publications, 1984
0 komentar:
Posting Komentar