Jumat, 18 Maret 2011

BAHAN GALIAN

PROSES PEMBENTUKAN BAHAN GALIAN

Bahan galian adalah semua bahan atau subtansi yang terjadi dengan sendirinya di alam dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk berbagai keperluan industrinya. Bahan tersebut dapat berupa logam maupun non logam, dan dapat berupa bahan tunggal ataupun berupa campuran lebih dari satu bahan.
Proses terbentuknya endapan bahan galian adalah komplek dan sering lebih dari satu proses yang bekerja bersama-sama. meskipun dari satu jenis bahan, misalnya logam, kalau terbentuk oleh proses yang berbeda maka akan menghasilkan tipe endapan yang berbeda pula. Contohnya adalah endapan bijih besi, endapan ini dapat dihasilkan oleh proses diferensiasi magmatik oleh larutan hidrotermal, oleh proses sedimentasi ataupun oleh proses pelapukan. Tiap-tiap proses akan menghasilkan endapan bijih besi yang berbeda-beda baik dalam mutu, besarnya cadangan, maupun jenis mineral-mineral ikutannya.
Diantara tenaga-tenaga geologi yang membentuk endapan bahan galian, maka air memegang peranan yang dominan. Di dalam peranannya, air dapat dalam bentuk uap air, air magmatik yang panas, air laut, air sungai, air tanah, air danau maupun air permukaan. Disamping air, maka temperatur, reaksi-reaksi kimia, sinar matahari, metamorfisme, tenaga-tenaga arus dan gelombang, juga merupakan faktor-faktor pembentuk endapan bahan galian.
Mengenal dan mengetahui proses-proses yang dapat membentuk endapan bahan galian ini akan sangat membantu dalam pencarian, penemuan dan pengembangan bahan galian.

Tabel. Proses dan pembentukan jenis deposit

Proses Deposit yang dihasilkan
1. Konsentrasi magmatik Deposit magmatik
2. Sublimasi Sublimat
3. Kontak metasomatisme Deposit kontak metasomatik
4. Konsentrasi hidrotermal Pengisian celah-celah terbuka
Pertukaran ion pada batuan
5. Sedimentasi Lapisan-lapisan sedimenter
Evaporit.
6. Pelapukan Konsentrasi residuil
Placer.
7. Metamorfisme Deposit metamorfik
8. Hidrologi Air tanah, garam tanah, endapan caliche.

1. Konsentrasi magmatik
Beberapa dari mineral yang terdapat dalam batuan beku banyak yang mempunyai nilai ekonomis, tetapi pada umumnya konsentrasi terlalu kecil untuk dapat diproduksi secara komersial, oleh karena itu diperlukan suatu proses konsentrasi untuk dapat mengumpulkan bahan-bahan tersebut dalam suatu deposit yang ekonomis. Konsentrasi tersebut terjadi pada saat batuan beku masih berupa magma, karenanya disebut konsentrasi oleh proses magmatik. Perkecualian pada intan, dimana tidak diperlukan konsentrasi, tetapi suatu kristal tunggal saja sudah cukup berharga.
Deposit bahan galian sebagai hasil endapan proses magmatik ini memiliki ciri-ciri adanya hubungan yang dekat dengan batuan beku intrusif dalam atau intrusif menengah. Konsentrasi magmatik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Magmatik awal :
- Kristalisasi tanpa konsentrasi : intan
- Kristalisasi dan pemisahan : khron, platina
b. Magmatik akhir :
- Akumulasi dan atau injeksi larutan residual : besi titan, platina, titan, khron.
- Akumulasi dan pemisahan larutan : beberapa tipe deposit nikel dan tembaga.
- Pegmatit.
Hasil atau produk dari proses magmatik dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu logam tunggal (native metal), oksida, silfisa dan batu mulia (gemstone).
Contoh logam tunggal : Platina, Emas, Perak, Besi-Nikel.
Contoh oksida : Besi (magnetit, hematit), Besi-titan (magnetit bertitan), Titan (ilmenit), Khrom (kromit), Tungsten (wolframit).
Contoh sulfida : Nikel-tembaga (kalkopirit), Nikel (pentlandit, molibdenit).
Contoh batu mulia : Intan, Garnet (almandit), Peridotit.

2. Sublimasi
Proses sublimasi merupakan proses yang tidak begitu berarti dalam pembentukan bahan galian, tetapi memang ada bahan galian yang terbentuk oleh proses ini.
Proses sublimasi menyangkut perubahan langsung dari keadaan gas atau uap menajdi keadaan padat, tanpa melalui fase cair. Proses ini berhubungan erat dengan kegiatan gunung berapi dan fumarol, tetapi sublimat yang dihasilkan sering jumlahnya tidak cukup banyak untuk dapat ditambang secara menguntungkan. Belerang adalah bahan galian yang terjadi sebagai akibat proses sublimasi, yang secara lokal sering cukup menguntungkan untuk ditambang. Disamping belerang sering juga dapat dijumpai garam-garam klorida dari besi, tembaga, seng dan garam-garam dari logam alkali lainnya, tetapi umumnya relatif sangat kecil untuk dapat ditambang secara menguntungkan.

3. Kontak Metasomatisme
Pada saat magma yang pijar dan sangat panas menerobos lapisan batuan, magma tersebut makin lama akan makin kehilangan panasnya akhirnya akan membeku menjadi batuan beku intrusif. Proses tersebut dapat terjadi pada keadaan yang dangkal, menengah ataupun pada kedalaman yang besar, sehingga dikenal adanya batuan beku intrusif dangkal, menengah ataupun dalam. Dalam proses tersebut akan terlihat adanya tekanan dan suhu yang sangat tinggi terutama pada kontak terobosannya, antara magma yang masih cair dengan batuan disekitarnya. Pengaruh dari kontak ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
 Pengaruh dari panas saja, tanpa adanya perubahan-perubahan kimiawi baik pada magmanya maupun pada batuan yang diterobos. kOntak ini disebut kontak metamorfisme.
 Pengaruh panas dan disertai adanya perubahan-perubahan kimiawi sebgai akibat pertukaran ion dan sebagainya. Dari magma ke batuan yang diterobos dan sebaliknya. Kontak semacam ini disebut kontak metasomatisme.
Kedua jenis kontak tersebut menimbulkan hasil yang sangat berbeda kecuali pada keadaan yang sangat jarang dapat menghasilkan endapan bahan galian seperti silimanit. Sebaliknya, pada kontak metasomatisme dapat dihasilkan bahan-bahan galian yang berharga. Mineral yang terjadi sebagai akibat kontak metasomatisme akan lebih beraneka ragam bila dibandingkan dengan yang terjadi pada kontak metamorfisme; hal ini karena pada yang disebut terkahir tersebut hanya terjadi efek panas saja, sedang pada kontak metasomatis terjadi efek padas dan kimiawi bersama-sama.
Manakala komposisi magma yang menerobos kaya akan material-material bahan galian, maka akan dihasilkan deposit kontak metasomatik, terutama kalau lingkungannya terdiri dari batuan sedimen yang gampingan, karena hal itu akan lebih menguntungkan untuk terjadinya reaksi kimia. Magma tersebut haruslah mengandung unsur-unsur utama yang nantinya akan menjadi bahan galian. Penerobosan haruslah terjadi pada kedalaman yang cukup dakam,dan tidak terlalu sangkal. Batuan yang diterobos haruslah batuan yang mudah bereaksi. Jadi jelaslah bahwa tidak semua terobosan magma akan menghasilkan endapan bahan galian kontak metasomatisme.
Suhu diantara kontak akan berkisar antara 500oC sampai 1100oC untuk magma yang bersifat silika, dan makin jauh letaknya dari kontak, suhunya makin menurun. Terdapatnya mineral-mineral tertentu akan menunjukan shu tertentu pula, dimana mineral tersebut terbentuk, misalnya adanya mineral wollastonit menunjukkan bahwa suhu tidak melebihi 1125oC, kuarsa menunjukan suhu di atas 573oC dan seterusnya.
Bahan galian hasil kontak metasomatisme terjadi karena adanya proses rekristalisasi, penggabungan unsur, pergantian ion, maupun penambahan unsur-unsur baru dari magma ke batuan yang diterobosnya. Dari proses rekristalisasi batugamping misalnya, akan dihasilkan batu marmer, sedangkan rekristalisasi batupasir kuarsa akan menghasilkan batu kuarsit.
Kalau suatu batuan samping memiliki komposisi mineral AB dan CD, maka proses penggabungan kembali (recombination) akan berubah menjadi mineral AC dan BD, dan oleh proses penambahan unsur-unsur dari magma akan berubah lagi menjadi mineral ACX dan BDY, dimana mineral X dan Y unsur baru dari magma.
Penambahan unsur baru dari magma sebagian berupa logam, silika, belerang, boron, khlor, flour, kalsium, magnesium dan natrium.
Mineral logam (ore minerals) yang berbentuk dalam kontak metasomatisme hampir semuanya berasal dari magma, demikian juga mengenai kendungan-kandungan yang asing pada batuan yang terterobos, melalui proses penambahan unsur.
Jenis magma yang menerobos perlapisan batuan yang akhirnya akan menghasilkan endapan bahan galian kontak metasomatisme pada umumnya terbatas pad jenis magma silika dengan komposisi menengah (intermidiate) seperti kuarsa monzonit, granodiorit atau kuarsa diorit. Tetapi magma yang sangat kaya akan silika seperti jenis granit jarang yang akan menghasilkan endapan bahan galian, demikian pula dengan magma yang ultrabasa. Sedangkan pada magma yang basa kadang-kadang terbentuk endapan bahan galian metasomatisme.
Hampir semua endapan bahan galian kontak metasomatik berasosiasi dengan tubuh batuan beku intrusif yang berupa stock, batholit ataupun tubuh-tubuh batuan beku intrusif lain yang seukuran dengan stock atau batholit, tidak pernah berasosiasi dengan dike atau sill yang berukuran kecil, sedangkan lacolith atau sill yang besar meskipun jarang dijumpai tetapi kadang-kadang dapat menghasilkan endapan bahan galian kontak metasomatik.
Batuan samping yang terterobos oleh magma, yang paling besar kemungkinannya untuk dapat menimbulkan deposit kontak metasomatik adalah batuan karbonat. Batugamping murni maupun dolomit dengan segera akan mengalami rekristalisasi dan rekombinasi dengan unsur-unsur yang berasal dari magma, malahan pada batugamping yang tidak murni, efek kontak metasomatik yang terjadi lebih kuat, karena unsur-unsur pengotoran seperti silika, alumina dan besi adalah bahan-bahan yang dapat dengan mudah membentuk kombinasi-kombinasi batu dengan oksida kalsium. Seluruh masa batuan di sekitar kontak dapat berubah menjadi garnet, silika dan mineral bijih.
Sedang batuan yang agak sedikit terpengaruh oleh intrusi magma adalah batupasir. Kalau mengalami rekristalisasi batupasir akan menjadi kuarsit yang kadang-kadang mengandung mineral-mineral kontak metasomatik yang tersebar setempat-setempat. Sedang lempung akan mengalami pengerasan dan dapat berubah menjadi hornfels, yang umumnya mengandung mineral-mineral andalusit, silimanit dan staurolit.
Tingkat perubahan terjadi pada batuan sedimen klastik halus tersebut tergantung dari tingkat kemurniannya, paling baik kalau lempung tersebut bersifat karbonatan yaitu mengandung kotoran karbonat. Tetapi secara umum batuan sedimen argillceous seperti lempung, jarang yang mengandung mineral-mineral bahan galian.
Sedangkan pada batuan beku maupun metamorf, kalau mengalami terobosan magma hampir tidak mengalami perubahan yang berarti, kecuali kalau antara magma yang menerobos dan batuan beku yang diterobos komposisinya sangat berbeda, misalnya magma granodiorit yang menerobos gabro, maka kemungkinan akan terjadi perubahan-perubahan yang besar pada gabronya.
Jadi secara umum dikatakan bahwa batuan yang paling peka terhadap kontak metasomatisme dan paling cocok untuk terjadinya pembentukan endapan bahan galian bijih adalah batuan sedimen, terutama yang bersifat gampingan dan tidak murni.
Sedangkan bentuk, posisi atau penyebaran daripada bahan galian yang terjadi pada proses kontak metasomatisme banyak tergantung juga pada struktur dari batuan yang diterobos, akan tetapi pada umumnya terbentuk tidak teratur dan terpisah-pisah. Bentuk tidak teratur tersebut lebih sering terjadi pada batugamping yang tebal. Sedangkan pada batugamping yang berlapis-lapis maupun yang terkekarkan, maka endapan bijih tersebut dapat membentuk menjari atau melidah.
Volume deposit kontak metasomatik pada umumnya kecil, berkisar antara beberapa puluh sampai beberapa ratus ribu ton bijih saja, jarang sekali dapat dijumpai yang berukuran sampai jutaan ton. Dimensinya antara 30 sampai 150 meter saja.

4. Konsenterasi Hidrotermal
Produk akhir dari proses diferensiasi magmatik adalah suatu larutan yang disebut larutan sisa magma, yang mungkin dapat mengadung konsenterasi logam yang dulunya berada dalam magma. Larutan sisa magma ini yang juga disebut larutan hidrotermal, banyak mengandung logam-logam yang berasal dari magma yang sedang membeku dan diendapkan ditempat-tempat sekitar magma yang sedang membeku tadi. Larutan ini makin jauh letaknya dari magma makin kehilangan panasnya, sehingga dikenal adanya deposit hidrotermal suhu tinggi di tempat yang terdekat dengan intrusi, deposit hidrotermal suhu menengah ditempat yang agak jauh, dan deposit hidrotermal suhu rendah di tempat yang terjauh. Deposit tersebut juga dinamakan hipotermal, mesotermal dan epitermal, tergantung dari suhu, tekanan, dan keadaan geologi di mana mereka terbentuk, seperti yang ditunjukan oleh mineral-mineral yang dikandungnya.
Dalam perjalanannya melalui (menerobos) batuan, larutan hidrotermal akan mendepositkan mineral-mineral yang dikandungnya di rongga-rongga batuan dan membentuk deposit celah (cavity filling deposit) atau melalui proses metasomatik membentuk deposit pengganti (replacement deposit).
Secara umum deposit replacement terjadi pada kondisi suhu dan tekanan tinggi jadi pada daerah lebih dekat batuan intrusinya, merupakan deposit hipotermal. Sebaliknya deposit pengisian atau deposit celah (cavity filling deposit) lebih banyak terjadi di daerah dengan suhu dan tekanan rendah, jadi merupakan deposit epitermal, yang terletak agak jauh dari batuan intrusifnya.
Syarat-syarat penting untuk terjadinya deposit hidrotermal adalah :
a. Adanya larutan yang mampu melarutkan mineral-mineral.
b. Adanya tekanan atau rongga pada batuan yang dapat dilewati larutan.
c. Adanya tempat dimana larutan dapat mendepositkan kandungan mineralnya.
d. Ada reaksi kimia yang menghasilkan pengendapan mineral baru.
e. Konsentrasi mineral yang cukup dalam deposit sehingga menguntungkan kalau ditambang.

5. Sedimentasi
Proses-proses sedimentasi tidak saja menghasilkan batuan-batuan sedimen, tetapi dapat juga menghasilkan deposit-deposit mineral berharga seperti mangan, besi, tembaga, batubara, karbonat, tanah lempung, belerang, lempung pemurni (fuller’s earth atau bleekarde), lempung bentonit, tanah diatome, dan secara tidak langsung deposit vanadium-uranium. Meskipun demikian deposit-deposit tersebut sebenarnya juga batuan sedimen, yang kebetulan karena sifat-sifat kimiawi dan fisikanya kemudian menjadi sangat berharga. Karenanya, cara terbentuknya juga sama dengan cara terbentuknya batuan sedimen, harus ada batuan yang bertindak sebagai sumber (asal), harus ada suatu proses yang mengangkut dan mengumpulkan bahan-bahan hasil rombakan batuan asal, dan akhirnya pengendapan hasil rombakan tersebut pada suatu cekungan pengendapan tertentu. Kemudian mungkin saja dapat terjadi alterasi kimiawi ataupun kompaksi dan perubahan-perubahan lain pada endapan tersebut. Jadi dalam proses di atas jelaslah bahwa batuan asal haruslah mengalami pelapukan terlebih dahulu, baik pelapukan fisik maupun pelapukan kimia, sebelum diangkut dan diendapkan ditempat lain.
Jenis batuan asal, cara pengangkutannya, dan lingkungan pengendapan dimana bahan-bahan tersebut akan diendapkan kembali, pada umumnya akan serupa bagi satu jenis bahan tertentu.
Termasuk dalam proses sedimentasi ini pengendapan deposit mineral akibat penguapan (evaporation). Proses penguapan ini paling baik terjadi di daerah beriklim panas dan kering.
Air tanah, air danau atau air pada daerah laut yang tertutup seperti laguna, dapat menghasilkan deposit-deposit mineral sebagai akibat proses penguapan. Juga sumber-sumber air panas dapat menghasilkan deposit serupa.
Deposit-deposti mineral yang terjadi oleh proses ini adalah garam dapur dari penguapan air laut atau air tanah yang asin, gipsum dan anhidrit berasal dari penguapan daerah lagun atau kadang-kadang dapat juga dari daerah rawa-rawa, garam-garam kalium dari penguapan air laut, dan dari penguapan air tanah dapat diendapkan garam-garam natrium karbonat, kalsium karbonat, garam nitrat dan natrium sulfat.
Melihat proses kejadiannya, maka hampir semua deposit mineral sebagai akibat penguapan ini berbentuk tipis dan meluas, jarang dijumpai dalam bentuk yang tebal. Misalnya endapan gipsum, biasanya tebalnya antara 1 sampai 2 meter saja, kecuali kalau pada saat terjadinya pengendapan disertai pula dengan penurunan dasar cekungan pengendapan secara perlahan-lahan, maka dalam hal ini mungkin saja endapan gipsumna dijumpai dalam keadaan agak tebal.

6. Pelapukan
Proses pelapukan yang meskipun berjalan lambat tetapi teru-menerus dalam jangka waktu lama, sehingga pada akhirnya batuan dan mineral-mineral yang dikandungnya akan mengalami disintregasi sebagai akibat pelapukan fisik dan dekomposisi sebagai akiat pelapukan kimiawi. Pelapukan fisika dan kimiawi terdiri dari bermacam-macam proses yang dapat bekerja sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama. Pelapukan kimiawi banyak terjadi di daerah yang beriklim basah dan panas seperti di Indonesia ini, sedang pelapukan fisik lebih menonjol di daerah yang beriklim kering.
Hasil pelapukan dapat dibedakan atas tiga jenis atau kelompok, yaitu :
a. Bahan-bahan yang dilarutkan dan diangkut sebagai larutan.
b. Bahan-bahan yang diangkut bukan sebagai larutan, tetapi sebagai bahan padat, yaitu sebagai beban melayang (suspensi) dan sebagai beban dasar (bed-load).
c. Bahan-bahan yang tertinggal.
Diantara ketiga jenis bahan sebagai hasil proses pelapukan diatas, maka bahan jenis pertama kalau merupakan bahan berharga konsenterasinya akan merupakan deposit evaporit (penguapan) yang telah diterangkan di depan. Sedang konsenterasi bahan galian kedua akan merupakan deposit karena proses sedimentasi seperti telah diuraikan didepan.
Sedang bahan-bahan yang tertinggal dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu :
 Yang berupa tanah (soil) biasa, tanpa kandungan mineral-mineral berharga.
 Yang berupa residu, terdiri dari mineral berharga dalam jumlah yang dapat diusahakan.
 Residu yang berupa mineral berat dan mineral ringan yang tidak dapat larut karena sifatnya yang stabil di mana hanya mineral yang berat yang berharga, sedang yang ringan tidak berharga. Keduanya dapat dipisahkan dengan cara dialiri air atau udara.
 Bahan yang dapat larut oleh air yang meresap ke dalam tanah dan diendapkan di tempat yang dangkal dibawahnya untuk membentuk deposit mineral berharga.
Kelompok mana yang terbentuk tergantung dari hal-hal di bawah ini :
- Keadaan alami batuan asalnya
- Keadaan topografi
- Keadaan iklim
Dari keempat kelompok di atas, kedua akan membentuk deposit konsenterasi residual, kelompok ketiga membentuk deposti konsenterasi mekanis atau deposit placer dan kelompok keempat akan membentuk deposit pengkayaan sekunder (secondary enrichment deposit).

Deposit konsentrasi residual
Konsenterasi residual adalah suatu pengumpulan bahan residu yang berharga setelah bagian-bagian tidak berharga tersingkirkan oleh proses pelapukan. Contoh deposit yang terbentuk secara ini adalah bijih besi yang terkandung dalam gamping murni dalam bentuk besi karbonat. Oleh proses Pelaruta (pelapukan kimiawi) gampingnya akan larut dan besinya tertinggal. Seperti juga besi, mangan juga dapat terbentuk akibat pelapukan kimiawi.
Meskipun aluminium termasuk unsur yang sangat banyak dijumpai pada kerak bumi, tetapi sebagian besar ada dalam kombinasi dengan bahan lain yang masih menimbulkan kesulitan untuk dapat diambil secara komersial. Sampai sekarang hanya bauksit yang merupakan bijih aluminium yang komersial. Bauksit adalah suatu oksida aluminium yang terhidrasi, dan berasal dari hasil pelapukan batuan beku yang kaya akan mineral-mineral feldspar dan tidak mengandung mineral kuarsa, yaitu nepheline syenit. Bauksit yang baik mengandung kira-kira 50% aluminium dan kurang dari 6% silika, 10% oksida besi dan 4% oksida titanium.
Beberapa jenis batuan beku yang basa, mengandung sejumlah kecil nikel. Di bawah pengaruh pelapukan di daerah tropis atau subtropis batuan semacam itu akan melepaskan silika dan menghasilkan ikatan nikel dan magnesium. Di beberapa tempat, nikel tersebut dalam bentuk mineral garnierit, oleh proses konsentrasi residual dapat menjadi deposit yang komersial.

Deposit konsetrasi mekanis atau placer
Sisa pelapukan yang tidak dapat larut akan menghasilkan suatu selubung dari bahan-bahan lepas, diantaranya berat dan beberapa lagi ringan; ada yang getas (britlle) dan ada yang tahan (durable). Bahan-bahan tersebut oleh suatu media tertentuk seperti air yang mengalir (sungai), angin arus pantai (beach), ataupun ari permukaan (running water) dapat mengalami pemisahan bagian yang berat terhadap bagian yang ringan secara gravitasi dan membentuk endapan placer.
Konsentrasi hanya dapat terjadi kalau mineralberharga yang bersangkutan memiliki tiga sifat sebagai berikut :
- Berat jenisnya tinggi
- Tahan terhadap pelapukan kimiawi
- Tahan terhadap benturan-benturan fisik (durable)
Mineral placer yang memiliki sifat-sifat tersebut adalah emas, platina, tinstone, magnetit, khromit, ilmenit, rutil, tembaga, batu mulia, zircon, monazit, fosfat, tantalit, columbit. Diantara bahan-bahan tersebut di atas yang paling berharga sebagai deposit placer adalah emas, platina, tinstone, ilmenit (bijih titanium), intan dan ruby.

Deposit sebagai akibat oksidasi dan pengkayaan sekunder
Air dan oksigen adalah tenaga pelapukan kimiawi yang sangat kuat, kalau mereka bersentuhan dengan suatu deposit bijih, maka hasilnya adalah reaksi-reaksi kimia yang kadang-kadang dapat drastis dan merubah deposit yang sudah ada tersebut. Air permukaan yang mengandung oksigen akan bersifat sebagai bahan pelarut yang mampu melarutkan mineral-mineral tertentu. Suatu deposit bijih dapat teroksidasi dan dapat kehilangan banyak kandungan mineral yang berharga karena tercuci (leached), kemudian terbawa ke bawah oleh air permukaan yang sedang turun ke bawah (meresap ke bawah).
Pada bagian abwah, akhirnya larutan tersebut mengendapkan kandungan-kandungan mineral logamnya menjadi endapan bijih teroksidasi (oxidized ores), ini terjadi di atas muka air tanah.
Pada saat larutan memasuki air tanah di bawah muka air tanah, mereka memasuki zona dimana tidak ada oksigen dan kandungan logamnya lalu diendapkan dalam bentuk logam-logam sulfida. Proses tersebut dinamakan pengkayaan sulfida sekunder. Tentu saja gambaran tersebut tidak terjadi pada semua deposit bijih yang terkena air, karena tidak semua deposit bijih mengandung logam yang dapat teroksidasi, atau iklim yang tidak memungkinkan terjadinya pelarutan yang kuat. Jadi haruslah ada kondisi khusus yang mengangkut waktu, iklim, topografi dan jenis bijih tertentu untuk dapat terjadinya zona teroksidasi dan zona diperkaya.

7. Deposit oleh Proses Metamorfisme
Metamorfisme adalah suatu proses dimana batuan dan mineral mengalami ubahan akibat adanya tekanan dan suhu yang tinggi yang ditimpakan kepadanya, disamping itu kadang-kadang disertai pula dengan penambahan air dan karbon dioksida. Ubahan ini dapat dalam bentuk kristalisasi maupun rekombinasi dari kandungan-kandungan batuan yang menimbulkan mineral-mineral bukan logam baru yang berharga. Deposit mineral yang terjadi oleh proses metamorfisme terutama adalah grafit, asbes, talk, batusabun, garnet dan bahan-bahan abrasif.

8. Konsentrasi oleh Proses Air Tanah
Yang dimaksud dengan air tanah adalah air di bawah permukaan tanah dan di bawah muka air tanah, semua pori batuan terisi jenuh dengan air. Sedangkan air tanah yang berada di atas muka air tanah disebut air gravitasi (gravity water). Muka air tanah ini biasa juga disebut water table.
Air tanah dapat dibedakan antara yang berasal dari curah hujan dan merembes ke dalam tanah yang akhirnya masuk ke dalam lapisan pembawa air (aquifer) dan air tanah yang terjebak di dalam lapisan batuan bersamaan dengan waktu batuan sedimen itu terbentuk. Air tanah jenis pertama disebut air meteorik (meteoric water) dan yang kedua disebut air konet (connet water). Karena sifat terbentuknya maka air konet ini lebih kaya akan garam –garam dibandingkan dengan air meteorik. Di daerah pedalaman yang jauh dari pantai sering air tanah yang kaya akan garam-garaman ini ditambang untuk diambil garamnya dan dikenal sebagai garam air tanah.
Salah satu contoh pengusahaan garam air tanah ini adalah di daerah Kuwu, Purwodadi (Jawa Tengah). Di sini air tanah konet terdesak keluar oleh gas methan dan menimbulkan apa yang disebut mud volcano (gunung lumpur). Oleh penduduk air konet yang keluar tersebut, yang juga muncul di sumur-sumur galian, diuapkan dan diambil endapan garamnya.





METODA EKSPLORASI

Metoda dalam eksplorasi dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yaitu :
1) Metoda langsung, terdiri dari :
 Metoda langsung di permukaan
 Metoda langsung di bawah permukaan
2) Metoda tidak langsung, terdiri dari :
 Metoda tidak langsung cara geokimia yang mencakup antara lain mengenai bed rock, soil, air, vegetasi dan stream deposit.
 Metoda tidak langsung cara geofisika yang mencakup beberapa cara yaitu cara magnetik (sudah jarang digunakan), gravitasi (sudah jarang digunakan), cara seismik yang terdiri dari cara reflaksi dan refleksi, cara listrik (resistifity), dua cara yang terakhir yaitu cara radiokatif yang masih jarang digunakan, hal ini disebabkan karena cara ini relatif lebih mahal dan lebih rumit dari cara-cara sebelumnya.

Metoda Langsung
 Metoda Langsung Permukaan
Metoda ini dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu :
a. Penyelidikan singkapan (out crop)
Singkapan segar umumnya dijumpai pada :
1. Lembah-lembah sungai, hal ini dapat terjadi karena pada lembah sungai terjadi pengikisan oleh air sungai sehingga lapisan yang menutupi tubuh batuan tertransportasi yang menyebabkan tubuh batuan nampak sebagai singkapan segar
2. Bentuk-bentuk menonjol pada permukaan bumi, hal ini terjadi secara alami yang umumnya disebabkan oleh pengaruh gaya yang berasal dari dalam bumi yang disebut gaya endogen misalnya adanya letusan gunung berapi yang memuntahkan material ke permukaan bumi dan dapat juga dilihat dari adanya gempa bumi akibat adanya gesekan antara kerak bumi yang dapat mengakibatkan terjadinya patahan atau timbulnya singkapan ke permukaan bumi yang dapat dijadikan petunjuk letak tubuh batuan.
b. Tracing Float (penjejakan)
Float adalah fragmen-fragmen atau potongan-potongan biji yang berasal dari penghancuran singkapan yang umumnya disebabkan oleh erosi, kemudian tertransportasi yang biasanya dilakukan oleh air, dan dalam melakukan tracing kita harus berjalan berlawanan arah dengan arah aliran sungai sampai float dari bijih yang kita cari tidak ditemukan lagi, kemudian kita mulai melakukan pengecekan pada daerah antara float yang terakhir dengan float yang sebelumnya dengan cara membuat parit yang arahnya tegak lurus dengan arah aliran sungai, tetapi jika pada pembuatan parit ini dirasa kurang dapat memberikan data yang diinginkan maka kita dapat membuat sumur uji sepanjang parit untuk mendata tubuh batuan yang terletak jauh dibawah over burden.
c. Tracing dengan Panning (mendulang)
Caranya sama seperti tracing float, tetapi bedanya terdapat pada ukuran butiran mineral yang dicara biasanya cara ini digunakan untuk mencari jejak mineral yang ukurannya halus dan memiliki masa jenis yang relatif besar. Persamaan dari cara tracing yaitu pada kegiatan lanjutan yaitu trencing atau test pitting.
Cara-cara tracing, baik tracing float maupun tracing dengan panning akan dilanjutkan dengan cara trenching atau test pitting.
- Trenching (pembuatan parit)
Pembuatan parit memiliki keterbatasan yaitu hanya bisa dilakukan pada overburden yang tipis, karena pada pembuatan parit kedalaman yang efektif dan ekonomis yang dapat dibuat hanya sedalam 2 – 2,5 meter, selebih dari itu pembuatan parit dinilai tidak efektif dan ekonomis. Pembuatan parit ini dilakukan dengan arah tegak lurus ore body dan jika pembuatan parit ini dilakukan di tepi sungai maka pembuatan parit harus tegak lurus dengan arah arus sungai.
Paritan dibangun dengan tujuan untuk mengetahui tebal lapisan permukaan, kemiringan perlapisan, struktur tanah dan lain-lain.
- Test Pitting (pembuatan sumur uji)
Jika dengan trenching tidak dapat memberikan data yang akurat maka sebaiknya dilakukan test pitting untuk menyelidiki tubuh batuan yang letaknya relatif dalam. Kita harus ingat bahwa pada test pitting kita harus memilih daerah yang terbebas dari bongkahan-bongkahan maka hal ini akan menyulitkan kita pada waktu pembuatan sumur uji dan juga daerah yang hendak kita buat sumur uji harus bebas dari air, karena dengan adanya air dapat menyulitkan kita pada waktu melakukan penyelidikan struktur batuan yang terdapat pada sumur uji yang kita buat. Pada pembuatan sumur uji ini kita juga harus mempertimbangkan faktor keamanan, kita harus dapat membuat sumur dengan penyangga sesedikit mungkin tetapi tidak mudah runtuh. Hal ini juga akan mempengaruhi kenyamanan pada waktu melakukan penelitian. Kedalaman sumur uji yang kita buat bisa mencapai kedalaman sampai 30 meter.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari penggalian sumur adalah gejala longsoran, keluarnya gas beracun, bahaya akan banjir dan lain-lain.

 Metoda Langsung Bawah Permukaan
Eksplorasi langsung bawah permukaan dilakukan bila tidak ada singkapan di permukaan atau pada eksplorasi permukaan tidak dapat memberikan informasi yang baik, karena pada eksplorasi langsung permukaan, kedalaman maksimum yang dapat dicapai + 30 meter. Eksplorasi langsung bawah permukaan juga dapat dilakukan apabila keadaan permukaan memungkinkan untuk diadakan eksplorasi bawah permukaan, sebab apabila permukaan tidak memungkinkan, misalnya permukaan itu tergenang air atau tertutup bongkah batu yang tidak stabil, maka hal ini akan memberikan resiko yang besar jika dilakukan eksplorasi permukaan.
Dalam eksplorasi bawah permukaan ada hal-hal yang harus diperhatikan misalnya, pekerjaan harus berlangsung tetap didalam badan bijih, hal ini untuk memudahkan diadakan pengamatan dan proses sampling pekerjaan juga diusahakan dimulai dari daerah-daerah yang memiliki singkapan yang baik, karena dengan singkapan yang baik dapat memudahkan kita untuk menentukan strike atau dipnya, yang tidak kalah pentingnya yang harus diperhatikan adalah masalah biaya, dimana dalam pekerjaan eksplorasi ini biaya tidak boleh terlalu besar, hal ini bertujuan untuk menghindari adanya dana yang terbuang percuma jika nantinya eksplorasi yang dilakukan hasilnya mengecewakan.
Eksplorasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan membuat Tunel, Shaft, Drift, Winse dan lain-lain.
Tunnel = suatu lubang bukaan mendatar atau hampir mendatar yang menembus kedua kaki bukit.
Shaft = suatu lubang bukaan yang menghubungkan tambang bawah tanah dengan permukaan bumi dan berfungsi sebagai jalan pengangkutan karyawan serta alat-alat kebutuhan tambang, ventilasi dan penirisan.
Drift = suatu bukaan mendatar yang dibuat dekat atau pada endapan bijih yang arahnya sejajar dengan jurus atau dimensi terpanjang dari endapan bijihnya (dalam pengeboran).
Winze = lubang bukaan vertikal atau arah miring yang dari “level” ke arah “level” yang dibawahnya.
Eksplorasi bawah tanah juga dapat dilakukan dengan pengeboran inti. Pengeboran sumur minyak yang pertama dilakukan oleh Kol. Drake pada tahun 1959 dengan menggunakan bor (RIG) permanen (tidak dapat dipindah-pindah) dan pada pengeborannya menggunakan sistem perkusif (tumbuk), pada pengeboran ini kedalaman maximum yang dapat dicapai adalah 60 ft (+ 20 m) dengan bor lurus (vertical drilling).
Saat ini pengeboran dilakukan dengan teknik bor putar (rotary drilling) dengan menara bor yang dapat dipindah-pindah (portablering) dan dilakukan dengan beberapa cara pengeboran yaitu dengan cara perkusif, rotasi atau dengan perkusif-rotasi. Pemboran dapat dilakukan di darat maupun di laut (on shore atau off shore). Pemboran tidak terbatas pada pemboran decara vertikal saja tetapi dapat dilakukan secara miring (kemiringan dapat mencapai 90o), apabila saat pengeboran kita menemukan batuan yang keras dan susah ditembus oleh mata bor, maka dengan teknologi sekarang, pipa yang berada jauh di dalam tanah dapat dirubah arahnya (dibelokkan) untuk menghidari batuan yang keras tersebut.
Pengeboran yang dilakukan pada eksplorasi bertujuan untuk mengambil contoh (sampling) untuk diamati, pengeboran juga bisa bertujuan untuk produksi atau konstruksi (misalnya air tanah, minyak bumi) dan pemboran dapat juga untuk memudahkan proses peledakan (pada kegiatan penambangan material keras). Dari data pengeboran dan sampling kita dapat membuat peta stratigrafi daerah pengeboran. Dari peta ini kita dapat mengetahui susunan batuan dan ketebalan cadangan dan akhirnya kita dapat memperkirakan besar cadangan secara keseluruhan

0 komentar: