Jumat, 03 Agustus 2012

KUALITAS DAN PEMANFAATAN BATUBARA


Proses Pemanfaatan Batubara dan Pokok-pokok Penilaian Kualitas
Tingkat Pembakaran (Combustibility)

       Bila batubara dimasukkan ke dalam tungku bertemperatur tinggi, maka batubara akan menyala dan terbakar. Dalam proses itu, akan dilepaskan kalor pembakaran. Boiler merupakan suatu alat yang berfungsi untuk menyerap kalor pembakaran dan mengubah air menjadi uap air yang memiliki temperatur dan tekanan yang tinggi. Karena itu, batubara di dalam tungku idealnya harus dapat terbakar habis. Persentase batubara yang dapat terbakar di dalam tungku disebut dengan rasio dapat-terbakar (combustible ratio), sedangkan persentase yang tertinggal disebut rasio tak-terbakar (incombustible ratio). Zat yang tak terbakar umumnya berupa kandungan abu dalam batubara, serta zat tak terbakar lain dengan kandungan utama berupa karbon. Bagian tak terbakar dalam kandungan abu disebut dengan incombustible ash.


Faktor Dampak Lingkungan
       Di dalam batubara, terdapat kandungan nitrogen dan belerang yang akan teroksidasi menjadi oksida nitrogen (NOx) dan belerang dioksida (SO2) akibat proses pembakaran. Gas-gas ini akan terlepas keluar dari dalam tungku pembakaran ke udara bebas, dan dianggap sebagai penyebab terjadinya kabut-asap fotokimia (photocemical smog) dan hujan asam (acid rain). Karena itu, jumlah pelepasan yang diperbolehkan diatur dalam peraturan perundangan yang berskala nasional, perfektur, kota, atau bahkan pedesaan, tergantung kepada kondisinya (=di Jepang). Selain itu, abu maupun kandungan tak terbakar berupa debu arang yang dilepas dari tungku juga diatur dengan cara yang sama. Dengan adanya hal ini, dan sebagai upaya untuk memenuhi aturan hukum, sebagian besar boiler dilengkapi dengan alat pengolah gas buangan untuk menangani NOx, SOx, dan debu arang yang timbul. Akan tetapi, seberapa pun bagusnya alat pengolah gas buangan yang ada, pasti tak akan bisa menekan/menghilangkan semua polutan. Karena itu, faktor kualitas batubara tetap ikut menentukan.


Pelekatan Abu
       Abu di dalam batubara, terdiri dari mineral-mineral dengan unsur utama berupa silika atau aluminium. Bila dipanaskan dalam temperatur tinggi, abu ini akan meleleh. Biasanya, temperatur leleh abu berkisar antara 1100~1500°C, dan berpengaruh sangat besar terhadap kualitas batubara. Untuk tungku yang menggunakan serbuk halus batubara sebagai bahan bakarnya, temperatur gas pembakaran dapat mencapai 1600°C. Karena itu, bila batubara yang digunakan memiliki titik leleh abu yang rendah, maka abu akan meleleh di dalam tungku dan melekat di daerah sekitar burner atau pada pipa penghantar panas yang sebenarnya berfungsi untuk menyerap panas di dalam tungku. Fenomena ini disebut juga dengan slagging. Adanya lekatan abu, tentu akan mengganggu kestabilan pengoperasian peralatan. Agar pengoperasian tungku dapat dilakukan dengan stabil, dan panas yang dihasilkan tungku dapat diserap secara efektif, maka harus diupayakan agar abu yang melekat hanya sedikit.


Pengumpulan Debu secara Elektrik
       Bila abu dengan kandungan zat tak-terbakar dilepaskan dari tungku begitu saja, besar kemungkinan akan tersandung oleh peraturan yang mengatur konsentrasi pelepasan debu maksimum. Karena itu, debu-arang yang timbul harus diambil terlebih dahulu sebelum dilepaskan, agar tidak menyalahi peraturan yang berlaku. Secara umum, peralatan pengambil debu dapat dibagi menjadi Bag Filter yang menggunakan kain penyaring (filter cloth), dan Electric Dust-Collector yang bekerja dengan memberikan muatan listrik kepada partikel abu. Pada sistem electric dust-collector, kemampuan partikel untuk menerima muatan listrik sangat menentukan efisiensi pengumpulan debu. Kemampuan partikel untuk menerima muatan listrik, ditentukan oleh perbandingan senyawa yang ada di dalam abu. Karena itu, kemudahan pengumpulan abu untuk tiap batubara akan berbeda.


Penanganan Abu
       Di Jepang, abu yang timbul sebagai akibat proses pemanfaatan batubara ditangani dengan cara ditimbun atau dimanfaatkan kembali secara efektif sebagai bahan baku semen, material bangunan, atau material konstruksi sipil. Karena biaya yang dikeluarkan untuk menangani abu juga tidak sedikit, maka kandungan abu di dalam batubara merupakan faktor penting yang menentukan besar-kecilnya biaya operasi. Selain itu, karena pemanfaatan abu juga bergantung kepada ukuran butir abu, komposisi abu, dan jumlah kandungan zat tak-terbakar dari abu, maka faktor kualitas batubara kembali menjadi sangat penting. Untuk menimbun abu, terdapat peraturan menyangkut nilai batas kandungan logam mikro seperti timbal, air raksa (merkuri), krom 6+ dan sebagainya, sehingga hal-hal tersebut menjadi pokok penilaian yang penting.


Handling
       Ukuran butir maksimum untuk batubara boiler yang dipakai pada pembangkit listrik di Jepang, biasanya bernilai 50 mm atau kurang, dengan kandungan butir halus di pelabuhan bongkar tak lebih dari 30%.
       Permasalahan handling berupa penyumbatan yang sering dihadapi di coal bunker, coal feeder dan sebagainya, terutama diakibatkan oleh kandungan air ikat (moisture) dan ukuran butir. Selain itu, hal tersebut juga akan mengakibatkan penurunan performa dari mesin penggerus (mill).
       Secara umum, kandungan air ikat adalah sekitar 7-10%, dan semakin kecil ukuran butirnya akan semakin mudah menyebabkan penyumbatan. Sebaliknya, bila kandungan air ikat ini sangat besar, justru akan menyebabkan terjadinya aliran atau bahkan semburan. Bila kandungan air ikat sedikit, debu (partikel halus) batubara akan beterbangan. Karena itu, walaupun dalam kontrak jual beli dicantumkan nilai kandungan air, biasanya orang akan lebih suka kandungan air yang lebih besar daripada yang kurang, dengan tujuan untuk menghindari hamburan debu batubara. Adakalanya kelebihan kandungan air ini diatur dan disesuaikan sedemikian rupa melalui perhitungan.
       Ukuran butir maksimum untuk batubara kokas adalah 50 mm (2 inch) atau 38 mm (1,5 inch). Selama tidak ada masalah dari segi handling, persentase kandungan butir halus biasanya tidak diatur secara ketat.


Proses Pemanfaatan
       Besar-kecilnya faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, seperti tingkat pembakaran (combustibility), masalah lingkungan, melekatnya abu dan lain-lain, masih tergantung pula kepada proses pembakaran yang digunakan. Di Jepang, boiler untuk pembakaran dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu: boiler pembakaran batubara halus (pulverized fuel burning boiler), boiler unggun terfluida (fluidized bed boiler), dan boiler pembakaran Stoker. Dari ketiga tipe di atas, boiler pembakaran batubara halus adalah yang paling banyak dipakai. Berikut ini akan dijelaskan sedikit tentang proses yang berlangsung pada tipe pembakaran batubara halus (pulverized coal firing) dan tipe pembakaran unggun terfluida (fluidized bed firing).


Pulverized Coal Firing
       Pada boiler pembakaran batubara halus, batubara terlebih dahulu digerus dengan mill hingga berukuran kurang dari 200µm. Setelah itu, batubara halus bersama dengan udara dimasukkan ke dalam tungku melalui burner. Akibat adanya temperatur yang tinggi di dalam tungku, maka partikel akan panas dan menyala sambil terbang bersama aliran udara ke arah aliran belakang. Dalam kondisi seperti itu, temperatur gas dapat mencapai 1600°C. Panas yang terjadi akibat proses pembakaran lalu diserap melalui pipa air (pipa pendingin) dan juga bagian penghantar panas konveksi dari pipa penghantar panas yang dipasang di aliran belakang. Untuk NOx, jumlah yang dihasilkan di dalam tungku dapat dikurangi dengan cara pembakaran 2 tingkat (two-step firing). Setelah itu, NOx dan SOx diproses melalui fasilitas penanganan asap buangan yang ada di aliran belakang. Untuk debu-arang, diambil dengan electric dust collector.


Fluidized Bed Firing

       Pada pembakaran fluidized bed, biasanya batubara digerus kasar berukuran kurang dari 10mm terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam tungku. Di dalam tungku, terbentuk lapisan (bed) yang tersusun dari pasir, abu, batu kapur (limestone), dan sebagainya. Ke dalam lapisan ini batubara bersama udara pembakaran dikirim masuk dan dibakar. Panas pembakaran lalu diserap oleh pipa penghantar panas atau oleh bagian penghantar panas konveksi yang dipasang di dalam bed. Keunikan utama dari sistem pembakaran ini adalah terjadinya proses desulfurisasi di dalam tungku. Proses desulfurisasi dilakukan dengan memasukkan batu kapur ke dalam tungku, lalu kandungan S (belerang) diambil dalam bentuk senyawa CaSO4. Temperatur yang paling sesuai bagi terjadinya reaksi tersebut adalah sekitar 850°C. Karena itu, temperatur di dalam tungku dijaga agar berada pada suhu tersebut. Selain itu, karena suhu pembakaran lebih rendah dibandingkan dengan tipe pulverized-coal firing, maka NOx yang dihasilkan juga relatif lebih sedikit. Untuk menangani debu-arang, biasanya digunakan bag filter.
       Fluidized bed dapat dibagi menjadi 2 jenis. Yang pertama adalah bubbling-type fluidized bed, dimana kecepatan aliran udara tidak terlalu tinggi, sedangkan yang kedua adalah circulating fluidized bed, dimana kecepatan aliran udara cukup tinggi dan partikel berputar-putar di dalam tungku. Di Jepang, terdapat kurang lebih 70 unit fluidized bed boiler yang beroperasi.

0 komentar: